Saturday, February 13, 2010

"CantiK" isn't Main;D

Pagi ini tidak seperti pagi-pagi saya biasanya semenjak saya dinyatakan lulus sebagai salah satu dari beberapa sarjana theologi islam di muka bumi ini. Jika akhir-akhir ini biasanya saya memulai pagi saat jarum jam di angka delapan, maka untuk pagi di hari ini saat jarum jam di angka delapan saya bukan lagi berada di atas kasur dengan mata sembap dan belek di mana-mana, tetapi saya sudah berdiri mengisi formulir pendaftaran Audisi Presenter Berita dan Diskusi Jurnalistik di Universitas Indonesia Depok lengkap dengan kemeja rapi ditambah aroma wangi yang sangat jarang dijumpai di pagi-pagi biasanya;)
Sejak saya mengetahui dari iklan di televisi, bahwa Tv One sedang menyelenggarakan road shownya di beberapa kampus di Indonesia, saya yang kebetulan memang sedang sibuk mencari kesibukan ini langsung saja dengan senang hati merepotkan diri untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Pikir saya saat itu ialah ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi saya mengingat kualifikasi persyaratan yang diajukan pihak Tv One sangat-sangat mudah sekali untuk dipenuhi. (yang terpenting adalah jenis pekerjaan yang ditawarkan ini sama sekali tidak menyinggung tentang TINGGI BADAN!)
Dengan bermodalkan CV, Foto teranyar ukuran post-card, dan mengisi formulir pendaftaran, jadilah saya sebagai salah satu dari peserta audisi presenter berita dan diskusi jurnalistik tadi. Saya mendapat urutan ke 86, beruntung saya berhasil memaksa tubuh saya untuk bangun pagi hari ini, karena jika tidak saya akan bernasib sama dengan teman sesama peserta yang duduk di belakang saya yang kebagian nomor urut 339, sedangkan kegiatan yang dijadwalkan mulai pukul 08.00 pagi, hingga pukul 09.30 lewat belum juga dimulai. Jadi bisa dibayangkan bagaimana rasanya mendapat nomor urut 339!!
Setelah saya mencukupi persyaratan yang dibutuhkan, pekerjaan selanjutnya adalah duduk menunggu hingga nomor urut saya terpanggil. Menunggunya dengan selembar kertas naskah berita yang dibagikan adik-adik panitia. Selama masa menunggu itu hampir semua peserta melakukan hal yang sama, berkomat-kamit menghafal naskah berita yang dibagikan dan sibuk mengimproved bagian lead agar terlihat seperti presenter-presenter handal yang  sering terlihat di televisi.
Disela-sela waktu menunggu seruan panitia memanggil urutan 86, saya memutuskan untuk mengikuti Dialog Jurnalistik yang diadakan di waktu yang bersamaan dengan kegiatan Audisi. Kegiatan ini dinarasumberi oleh Director News and Sports Tv One, Bapak Karni Ilyas. kurang lebih dua jam saya menyimak ilmu yang beliau amalkan kepada peserta dialog. Ilmu yang sangat berharga yang saya dapatkan, bukan sekedar ilmu-ilmu teori jurnalistik tetapi ilmu-ilmu kehidupan yang bisa kita gunakan jika igin menjadi seorang jurnalis sejati. Bapak Karni sangat jauh dari kesan tampan, elegan, klimis ataupun berpenampilan eksmud-eksmud pada umumnya, vokalnya pun sangat tidak enak didengar!! Tapi kalimat-kalimat yang keluar dari mulut beliau saya pikir cukup mampu untuk memberi suntikan imun kepada para pemuda yang berniat untuk menjadi jurnalis, wartawan ataupun sejenisnya. 
Dengan suaranya yang khas itu beliau berkata, "saya tidak butuh cantik atau ganteng kalian yang saya butuhkan substansi dari otak-otak kalian, bahwa penampilan itu memberi kontribusi terhadap jalannya pekerjaan ini, iya. Tetapi bukan yang utama. saya membutuhkan keprofesionalitasan kalian bahkan didetik terakhir masa kinerja kalian." Beliau mencontohkan keprofesionalitasan seorang Crhristiano Ronaldo ketika akhirnya ia memutuskan untuk menerima pinangan Real Madrid dan resign Manchester United. Di satu malam sebelum ia pindah team ke Real Madrid, Ronaldo masih bermain membela team Manchester United seperti ketika ia pertama kali bergabung di MU, ia masih terlihat semangat untuk memenangkan Team yang dalam hitungan beberapa jam bahkan sudah tidak menggajinya lagi.
Saya sebagai pemula dalam permasalahan audisi mengaudisi ini, sungguh yang terbayangkan di benak saya dalam ruang audisi nanti paling tidak adalah empat kamera yang menyorot tajam ke wajah saya dan  juri dengan mata melotot siap menilai penampilan saya (wajah yang camera face atau tidak, bedak saya yang luntur, bulu mata saya yang tidak lagi keriting dsb). Ketika pada akhirnya urutan ke 86 diserukan yang itu berarti giliran saya yang berjuang ke ruang audisi dengan mengerahkan segala kemampuan saya untuk bisa tampil sememuaskan mungkin.
Di mulai dengan membuka pintu ruangan audisi, hal pertama yang terlintas dalam otak saya adalah mengucap syukur, karena baru dipermulaan saja saya sudah diberikan Tuhan nikmat dengan kebagian seorang juri Alvito Dinova yang wajahnya jauuuuhhh sekali dari kesan menakutkan, bahkan beliau terlihat sangat jauh dari kesan JELEK (ganteng,red). ketika saya duduk berhadapan dengan beliau, saya sempat menoleh ke kanan dan kiri mencari-cari di mana letak kamera yang biasanya difasilitsi sebagai perangkat audisi. (namanya juga audisi presenter TV pasti berhubungan dengan kamera kan?) TERNYATA.....persis seperti  apa yang disampaikan Bapak Karni Ilyas pada forum dialog tadi. Audisi kali ini  benar-benar tidak seperti audisi presenter yang banyak diceritakan oleh teman-teman peserta yang sudah pernah berkali-kali mengikuti audisi semacam ini. Juri dihadapan saya sama sekali tidak memperdulikan apa baju yang saya kenakan, rata atau tidakkah bedak yang saya pakai, warna dan kode apa lipstik yang saya oleskan, beliau sungguh-sungguh mengaudisi kemampuan otak saya sebagai seseorang yang mendaftarkan  diri  sebagai presenter televisi. audisi ini bahkan lebih mirip dengan ujian nasional tingkat SLTA mata pelajaran IPS. Pertanyaan mengenai siapa nama menteri tenaga kerja, siapakah itu Gunawan Muhammad, apa latarbelakang pendidikan Azzumardi Azra mengalir dari mulut si tampan Alvito Dinova. Sungguh sangat jauh dari bayangan saya, bahkan naskah yang sedari pagi saya hafalkan hanya dibaca tidak lebih dari separuh alinea. dan semua proses audisi ini hanya memakan waktu tidak lebih dari 3 menit (bandingkan dengan waktu menunggu selama 4 jam!)
Tapi..ada kebanggaan bagi saya ketika saya keluar dari ruangan audisi tadi, saya merasa bahwa saya berada di tempat atau di kegiatan yang sangat baik, sebuah kompetisi yang memiliki esensi yang memuaskan, saya bertarung secara objektif, kalopun terdapat kesubjektifitasan itu adalah kesubjektifitasan otak atau ilmu yang peserta miliki. Kompetisi yang tidak lagi mengedepankan kecantikan atau ketampanan sebagai main priority. Yang sekalipun saya mendapati diri saya tidak lolos dalam audisi tersebut, justru mungkin akan membuat saya semakin rajin membaca, aware terhadap kejadian-kejadian sosial, dan saya semakin merasa bahwa modal wawasan saya untuk mengabdi pada masyarakat melalui televisi masih sangat jauh dari rata-rata.

Alhamdulillah jika hari ini Tuhan masih berkenan memberi nikmat-Nya melalui kegiatan positif yang saya ikuti hari ini;))