Friday, January 7, 2011

Dari Cermin Kamar Ke Televisi

Awalnya saya berfikir jika mimpi atau cita-cita itu adalah hal yang berbeda. Mimpi adalah sesuatu yang muluk-muluk, yang teramat sulit untuk diraih karena akan hilang ketika terbangun dari tidur. Berbeda dengan cita-cita. Kalian masih mampu membantunya dengan usaha dan do'a

Sejak kecil saya ingin sekali menjadi wartawan, reporter atau apalah sebutannya. Namun saat itu, menjadi seorang wartawan bagi saya sungguh merupakan mimpi. Ya, hanya mimpi. Sesuatu yang jauh dari kemungkinan yang dapat saya raih. Entahlah, hidup dalam pola keluarga yang mentabukan wanita bekerja di luar rumah menjadikan impian saya itu hanya sekedar mimpi dan bukan sebuah cita-cita yang masih memiliki kesempatan untuk saya raih. Sekalipun dengan usaha.

Sejak saya duduk di bangku Sekolah Dasar, mimpi menjadi seorang wartawan hanya mampu saya lampiaskan pada cermin kamar. Saya bermimpi menjadi wartawan televisi. Saya sering kali bicara sendiri melaporkan apa saja dengan kata-kata apa saja di depan cermin. Kejadian ini berlangsung hingga saya duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Ketika menjelang kelulusan SMA, saya tetap tak berani menaikkan derajat mimpi saya menjadi seorang wartawan sebagai sebuah harapan. Sebab itulah, saya tak berani melanjutkan pendidikan akademis saya ke Fakultas Komunikasi. Saya masih merasa menjadi seorang wartawan teramat tabu dalam keluarga saya. Saya pun akhirnya memilih Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Jurusan Tafsir Hadis di UIN Syarif Hidayatullah melalui jalur PMDK. Sebuah pilihan yang membuat ayah saya bangga sekali saat itu.

Saat saya menjalani dunia akademis saya di Tafsir Hadis, menjadi wartawan tetaplah hanya sebuah mimpi. Mimpi yang sejak Sekolah Dasar hingga kuliah tetap menjadi bunga di hati saya. Meskipun kebiasaan saya berbicara di depan cermin dan berlaga seperti seorang wartawan televisi sudah tak lagi saya lakukan.

Saat saya lulus kuliah. Entah dari mana datangnya, saya mulai merasa memiliki keberanian untuk menaikkan mimpi sebagai seorang wartawan menjadi sebuah harapan atau cita-cita. Mungkin karena merasa sudah sedikit lebih dewasa, ketabuan menjadi seorang wartawan tidak lagi masuk akal bagi saya. Singkatnya, sekalipun nanti harus berdebat dengan orangtua saya, tentang tabunya dunia pewarta bagi perempuan, saya sudah bisa membela diri.

Saya pun mulai mengirim berbagai lamaran ke kantor-kantor media. Saya memang tak tertarik bekerja sesuai dengan jurusan kuliah saya dulu. Saya merasa tak begitu mahir di bidang Tafsir Hadis. Hal itu membuat saya tak memiliki rasa percaya diri untuk bekerja sebagai guru agama apalagi ustadzah.

Entahlah, tapi saya jauh lebih percaya diri melamar sebagai seorang wartawan, meskipun sadar betul dari mana saya berasal. Singkat kata, saya hanya bermodal mimpi. Ah! Menjadi seorang wartawan sudah tak lagi mimpi bagi saya saat itu, tetapi sudah menjadi cita-cita. Sesuatu yang bisa saya perjuangkan.

Siapa yang sangka? Bahkan saya pun tidak. Beberapa bulan setelah lamar-melamar itu saya lakukan. Seseorang yang mengaku salah satu staf Human Resourch Division (HRD) ANTV menelepon saya dan memanggil saya untuk ikut menjalani psycho test.

Waktu itu saya langsung mohon izin dan restu kepada ayah saya untuk mengikuti psycho test di ANTV, bagaimanapun saya sangat percaya bahwa ridho Tuhan terletak pada ridho orangtua, syukurlah beliau terlihat santai saja menanggapinya dan cenderung melunak atas berita yang saya sampaikan. Entahlah pula apa alasannya. Tuhan memang selalu bersama dengan setiap niat baik.

Lagi-lagi siapa yang sangka? Bahkan saya pun tidak! Saya berhasil lulus psycho test di ANTV dan diminta untuk mengikuti tahapan test berikutnya. Setelah lolos Psycho Test, masih ada 3 kali test wawancara, baik dengan seluruh manajer pemberitaan ANTV, HRD hingga ke pemimpin redaksi dan wakilnya. Hasilnya? Saya pun diterima.

Sejak itulah saya sedikit merasakan pekerjaan seorang pewarta, pekerjaan yang hampir tak kenal “Hak Asasi manusia”. Paling tidak ini menurut saya. Bagaimana tidak? Tak jarang saya harus bekerja mencari berita di tengah malam saat orang lelap tertidur, kembali pulang dan tertidur saat kebanyakan orang berangkat bekerja. Tak ada istilah libur lebaran. Tak kenal istilah tanggal merah. Tak kenal upah lembur.

Tapi mungkin tak ada yang menyangka, bahkan saya pun tidak! Jika pekerjaan ini sungguh membuat saya jatuh hati. Menjadi seorang pewarta bagi saya memiliki sisi kebahagiaan tersendiri. Saya tak pernah bisa menjelaskan kepada siapa pun bagaimana perasaan puas hati, saat saya berhasil mewawancarai narasumber yang sulit diwawancara atau sekedar melihat berita yang saya peroleh hari ini ditayangkan dengan menyebutkan nama saya di akhir tayangan.

Dari situlah saya menyadari, bahwa saya sungguh mencintai pekerjaan ini. Pekerjaan yang bisa membuat saya tak lagi menomor-satukan upah atau uang. Tak bisa saya jelaskan bagaimana gembiranya, ketika saya bisa menjadi penyampai berita kepada masyarakat tentang sebuah keadaan yang sedang terjadi. Melihat secara langsung proses bahkan sejarah bangsa yang terjadi setiap bulannya atau bahkan setiap hari. Bertemu bahkan bisa bercengkerama dan mengambil sebuah berita dari seorang tokoh yang kebanyakan orang hanya bisa melihatnya di televisi. Betapa bahagianya, ketika saya bisa ikut mengelus pundak atau memberikan selembar tissue untuk menghapus air mata korban sebuah peristiwa, baik kecelakaan atau bencana lainnya.

Hal-hal demikian saya rasa lebih dari cukup untuk menjadi alasan, kuhusunya bagi diri saya pribadi, mengapa saya ingin terus menjadi seorang jurnalis. Menyampaikan berita untuk masyarakat dari layar televisi tak lagi hanya mimpi bagi saya.

Ah, apapun bentuknya, baik menjadi wartawan di media elektronik maupun cetak, saya hanya ingin sedikit saja memiliki manfaat bagi orang banyak dengan menjadi seorang wartawan. Satu hal lagi, karena wartawan-lah saya percaya jika mimpi dan harapan itu bukan hal yang berbeda. Mimpi tak hanya kembang tidur, sama halnya dengan harapan dan cita-cita. Semuanya dapat berkesempatan diraih dengan usaha dan izin Tuhan tentunya. Insya Allah.