Sunday, January 19, 2014

Suka Duka (isteri) Medical Representative

Awalnya tercetus ide untuk bikin tulisan ini, karena kemaren sempat iseng googling soal apa sih jobdesk, jam kerja dan kesehariannya seorang Medical Representative itu. Well, as information, suami saya bekerja sebagai Medical Representative di salah satu PMA Farmasi di Indonesia. Lalu kemudian apa yang membuat saya jadi iseng googling mengenai hal di atas, ehmmm panjang sebabnya J

Sebelum saya menikah bahkan ketika pertama kali kenal dekat, pekerjaan suami saya memang sudah sebagai Medical representative, sederhananya saya sudah cukup tau mengenai job desk dan jam kerjanya. As we know, Medical Representative itu bisa dibilang dutanya perusahaan farmasi, garda paling depannya perusahaan farmasi, karena mereka-mereka inilah yang pontang panting memperkenalkan dan menawarkan produk obat untuk para dokter atau ke apotik-apotik. Jam kerjanya dahsyat, mereka-mereka ini mungkin para pekerja yang gak kenal apa itu office hours. Tapi menurut saya, pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang kompensasinya paling fair, kata mudahnya, “You will reap what you sow” Kerja pake darah ya bayarannya darah, kerja coman pake setetes keringet ya bayarannya juga setetes doang. Beda sama pegawai kantoran, yang salary-nya udah bisa ketakar, mau kerja jungkir balik sama kerja santai, angka yang diterima biasanya segitu-gitu aja.

Okey, kita bicara hal lain dari sisi pekerjaan seorang Medical Representative. Salah satunya bagaimana rasanya jadi isteri seorang Medical Representative. Keisengan saya googling mengenai pekerjaan mereka berawal dari kekhawatiran saya. Sekalipun otak saya memahami betul perihal jam kerja suami saya, tapi seringkali saat dia pulang larut malam bahkan hingga dini hari, saya mulai resah. Banyak hal penyebab keresahan itu, dari khawatir mengenai kesehatannya, pola makannya, habit dia sebagai seorang perokok, sampai kekhawatiran khas seorang isteri mengenai kesetiaan. Hati saya campur aduk rasanya setiap kali menunggu dia pulang.

Entah karena kondisi saya yang lagi hamil tua dan sendirian di rumah, atau memang setiap isteri pasti megalami hal yang sama terhadap suaminya. Tapi akhir-akhir ini keresahan saya semakin menjadi-jadi. Sekalipun paham dan terus berusaha untuk memahami akan pekerjaannya, tapi pertanyaan mengenai, “Masa iya sih nunggu dokter sampe jam 2 pagi, terus baru sampe rumah jam 3 pagi?” pertanyaan ini acap kali jadi tusukan perih di kepala saya. (Cuma sekali sih dia pulang selarut itu, sisanya jam 11-12 malam sudah sampai rumah).

Tapi, perasaan resah dan campur aduk itu biasanya justru berganti jadi iba dan sedih waktu lihat suami pulang. Pikiran resah dan curiga langsung berganti jadi keinginan luar biasa untuk meberikan hal terbaik asalkan bisa membantu meringankan capeknya kerja lebih dari 24 jam. Keinginan untuk berkeluh kesah mengenai capeknya kerjaan kita di kantor, berantem sama supir angkot di jalan, pegelnya badan dan kaki ketika memasuki usia kandungan 7 bulan biasanya baru bisa dikalkulasi saat weekend. Gak lucu kan? Suami baru pulang kantor kitanya malah curhat inyi onyo, sedangkan kerjaan mereka mungkin jauh lebih berat dari apa yang saya alamin.

Tapi kadang Tuhan suka punya cara yang gak ketakar rasio manusia, supaya kita tetap terus bermanja-manja sama Dia. Saya mengambil kesimpulan, mungkin dengan keresahan-lah saya bisa semakin merasa bahwa saya begitu membutuhkan Tuhan. Saya menyadari betul pekerjaan seorang Medical Reprentative yang hampir separuh waktunya dihabiskan untuk menunggu dokter, which mean mereka punya banyak sekali leisure time. Lalu, apa sih yang bisa isteri lakukan saat suami gak di rumah, selain terus menerus mengirimkan doa terbaiknya kepada Tuhan, supaya jalan pekerjaan suami dipermudah, diberikan kesehatan, dan suami selalu dilindungi dari segala bentuk maksiat dan khianat. Toh, ketika pekerjaannya sukses yang happy isteri juga kan? Simply, mereka kerja buat siapa sih? klo bukan buat anak isteri? Insha Allah :) 

Saya selalu ingat pesan seorang kerabat, salah satu faktor pendukung kesuksesan suami adalah doa seorang isteri. Therefore, apa lagi yang membuat saya berfikir dua kali untuk terus mengirimkan doa-doa terbaik saya untuk suami? Tuhan pengabul segala pinta bukan? Inshaa Allah.


“ Tidak! Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya, dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” (QS: Al-Baqoroh: 112)