Thursday, March 8, 2012

Amin-Ismie-Benny

Dan akhirnya..
Berujung pada perpisahan juga.

Terkesan menggelikan ya? Jika belum apa-apa, saya sudah mengawali wacana ini dengan kata "akhirnya". Tapi jika saja kalian tahu sejarah perjalanan love story saya, mungkin tak perlu begitu mengernyitkan dahi. Karena makna "akhirnya" ini (bisa jadi) justru babak awal perjalanan saya lainnya.

Untuk orang yang mengenal saya, kemungkinan memahami atau bahkan menyaksikan, betapa saya dan Emyan, lelaki yang lebih dari lima tahun menjadi "paket komplit" dalam hidup saya, telah melalui proses hubungan yang begitu melelahkan.

Saya senang menyebutnya dengan "paket komplit". Karena jangka waktu lima tahun lebih dari cukup untuk menjadikan Emyan, tidak hanya sebagai kekasih unya-unyu, yang kepadanya saya bisa berharap setangkai bunga mawar segar, janji setia abadi di atas pelaminan dan semacamnya. Bagi saya, lima tahun kami, mampu menjadikan Emyan menjelma menjadi sahabat, kakak laki-laki bahkan musuh terbesar saya. That's why i called him, my complete stuff!

Tetapi, apa yang bisa diduga di dunia yang semua kuasa bergantung pada Sang Kreator Sempurna. Lima tahun pun tak mampu menjamin apapun bagi hubungan kami. Tepat satu minggu sebelum saya dan Emyan memasuki tahun kami yang ke-enam, kesepakatan untuk menyudahi 'kelimatahunan' kami pun menjadi pilihan terbaik saat itu.

Terus terang, atas alasan apapun. Saya tak begitu tertarik membahas terlalu dalam, apa dan mengapa 'kelimatahunan' ini harus berakhir. Mungkin jika suatu saat kalian beruntung bertemu saya, akan saya ceritakan detail persisnya.

Saya lebih tertarik mengungkit siapakah orang-orang di balik layar, yang menurut saya begitu berjasa. Orang-orang yang membuat saya tak terlalru larut mengharu-biru atas kehilangan 'paket komplit' tadi.

Tak sedikit orang yang terasa begitu bersimpati atas keputusan saya dan Emyan. Mereka seperti Haqqul-Yaqin kalau saya begitu terpukul dengan kejadian itu. Kalimat-kalimat "bela sungkawa" yang ditujukan pada saya pun mengalir deras.

" Ah? Gila.. Masa sih elo putus? elo berdua kan unbreakable gitu, pasti elo sedih banget ya, Vin. sabar ya sayang"

"Ya Ampuunn.. i'm sorry to hear that! Gw sedih deh dengernya, apalagi elo ya? Sabar ya Beb.. *peluk-pelukVina*!"

"HAH! Bukannya elo berdua mau merit ya tahun ini? Haduhh.. yang sabar ya!"

Bla..bla..bla..bla..

Well, biar bagaimanapun saya berterima-kasih dengan semua kalimat "bela sungkawa" tadi. Setidaknya mereka mengucapkan semua itu tidak dengan gaya khas om Mario Teguh atau dengan se-buket karangan bunga dengan tittle "Turut Berduka Cita". Tapi biar lah prasangka-prasangka bahwa saya merupakan objek penderita menari dalam kepala mereka. Meski pengen banget rasanya, saya teriak dihadapan mereka, " HEY I LITERALLY OKEY! DON'T RUIN MY "OKEY" WITH YOUR CONDOLENCE WORDS." Kata-kata haru-biru yang justru memberikan peluang bagi saya untuk menangisi keadaan. THE BIG H-E-L-L NO!

Di saat sebagian orang ribut dengan kalimat bela-sungkawa tadi. Beberepa orang justru datang dengan mantra penguatnya. Orang-orang yang kemudian bagaikan "vitamin" untuk saya, yang jika tidak meminumnya, saya lemas.

Saya selalu mengagumi firman Tuhan yang bermakna bahwa rezeki Tuhan terkadang akan datang justru dari arah yang tak terduga. Kalau dari arah tak terduga saja rezeki-Nya bisa datang, apalagi dari arah yang memang sudah seharusnya, bukan?

Amin, Ismi dan Benny. Adalah yang saya sebut sebagai 'vitamin'. Lebih dari itu, mereka bagai laskar-laskar hati saya yang sedikitpun seperti tak rela membiarkan hati ini mengharu-biru. Orang-orang yang pada akhirnya saya sadari berpengaruh besar pada proses healing hati saya. Tahukah kalian? Bahwa ketiga orang baik ini bahkan tak mengenal satu sama lain. Mereka datang dari berbagai macam history dalam hidup saya. Amin dan Ismi, memang sejak lama, jidatnya berstempelkan 'laskar hati' untuk saya. Mereka sudah sering 'menikmati' momen-momen pahit manis hidup saya. Merekalah rezeki saya dari Tuhan yang datangnya dari arah yang sudah terduga. Dan, Benny, pria bersuara bariton ini, adalah new comer dalam sejarah hidup saya. Benny-lah yang kemudian saya sebut dengan rezeki Tuhan yang datangnya dari arah tak terduga sebelumnya. Mereka ber-tiga yang membuat satu bulan paska perpisahan saya dengan Emyan berjalan sangat manis. Mereka mewarnai kelabu hati saya dengan pensil warna mereka masing-masing. Dan berhasil!

Bahkan saat akhirnya, tak kurang dari sebulan Emyan sudah memiliki pengganti saya. I CAN STAND UP ON MY OWN FEET AND I'M SURE THAT I'M OKEY. Lebih tepatnya, Amin-Ismie-Benny, yang membuat saya bisa baik-baik saja. Seperti yang pernah saya ungkapkan, mereka hadir dengan kekhasan pribadi mereka masing-masing.

Amin dengan segala kebijaksanaan dan permusyawaratannya bilang :
"Apa yang bikin elo sedih dengan dia (sudah) punya pacar lagi?" Hanya kalimat pertanyaan inilah yang Amin ajukan saat itu. Kalimat yang tak sampai satu detik ia ucapkan, dan tak mampu saya jawab. Entah mengapa, tapi saat itu saya sungguh tak punya alasan logis untuk menjawab pertanyaan Amin. Dan ini kabar baik bagi hati saya. Artinya memang tak ada lagi yang patut dan perlu ditangisi atas hilangnya Emyan dari hidup saya, bukan?

Ismie dengan segala 'keliarannya', dia bilang:
"Akkhh! Orang kalo udah dablek mah dablek aja, Vinaaa! Dengan dia punya pacar lagi dalam waktu singkat begini, it's so obvious, he doesn't deserve to you, AT ALL!

Lalu, Benny, dengan segala keunyuannya, bilang :
"HEY BEBITA!!, denger ya.. mau dia punya pacar lagi kek, mau dia jungkir balik kek, mau dia jadi tukang siomay kek, itu udah bukan urusan kamu lagi, buang-buang tenaga amat dipikirin, sini mending bbm-an sama aku aja." Hahhaa.. kelabilan Benny yang saat itu lagi bermasalah sama pacarnya, emang kadang bikin advice-advice yang keluar dari jempol atau mulutnya terdengar absurd abis. Tapi that's okey, toh Benny dengan caranya tetep bisa bikin saya nyaman cerita banyak hal kok.

Hari-hari pada satu bulan pertama, paska putus, Amin-Ismie-Benny lah yang jadi jajaran teratas di chat list bbm saya. Di tiap detik, tiap menit hingga kalkulasi hari, nama-nama mereka lah yang bisa dipastikan muncul di chat list saya.

Amin yang bekerja sebagai Head Division Forester di salah satu perusahaan ternama di Pontianak, harus bersusah payah jungkir balik mencari signal untuk berkomunikasi dengan saya. Dan semua itu terkadang hanya untuk memastikan bahwa saya dan hati saya dalam keadaan sehat wal 'afiat.

Ismie disela-sela kesibukannya melayani nasabah, dia selalu punya waktu untuk membalas dan meladeni messages saya, meski kadang messages yang saya kirimkan hanya berbentuk emoticon 'air mata'

Lalu, Benny, mantan barista Starbuck yang kini merintis jadi marketer di sebuah perusahaan farmasi di Bogor, selalu jadi insan paling pagi yang membuat Blackberry saya berbunyi. Meski sekedar greetings dan mengingatkan saya agar tidak lupa sarapan sebelum berangkat kerja.

Amin-Ismie-Benny lah laskar-laskar hati saya. Mereka bahkan membuat saya tak punya waktu untuk menyesali perpisahan saya dan Emyan. Mereka datang tak melulu dengan kata-kata motivator bak Mario Teguh Golden Ways. Mereka menemani melewati hari-hari proses healing saya dengan cerita-cerita mereka, joke-joke garing mereka, bahkan umpatan-umpatan mereka.

Amin dengan permasalahan hutan, keluarga dan juga calon isterinya. Ismie dengan kisah baktinya dalam membahagiakan keluarganya seorang diri, juga dengan kisah cintanya yang terhalang perbedaan agama. Lalu Benny, dengan kisah thawaf keliling rumah sakit demi menawarkan produknya untuk para dokter ataupun kisah tragis masa lalunya.

Kami bersinergi dalam berbagi. Saya dan Amin. Saya dan Ismie. Saya dan Benny. Dengan pensil warna yang mereka miliki, mereka tidak hanya berhasil mewarnai hari-hari (yang sebagian besar orang menyangka) suram, tapi juga berhasil mendidik saya untuk tidak sedikitpun menyesal bahkan membenci bagian hidup yang pernah saya lalui bersama Emyan. Mereka mengajari saya untuk tidak menangis tanpa dendam.

Satu hal yang belum sempat saya tanyakan pada mereka. Jika selama ini, mereka memberikan begitu banyak manfaat, bagi hati dan pikiran saya. Apakah saya juga demikian bagi mereka? Ah! Meski saya yakin tidak, tapi saya berjanji, suatu saat saya harus. Saya (semestinya) ada jika mereka membutuhkan saya. Saya ingin mereka tahu rasanya memiliki laskar hati dalam hidup mereka. Saya ingin mereka juga bisa merasakan kekhidmatan bersyukur memiliki rezeki-rezeki Tuhan, baik dari arah terduga maupun tidak.

Terima kasih Amin. Terima kasih Ismie. Terima kasih Benny. And last but not least.. Terima kasih Tuhan :)