Monday, January 7, 2013

Babe Warung

"Duduk Vin. Tunggu di warung aja. Kadir juga belum dateng."
Sambutan hangat semacam ini yang selalu 'istiqomah' tercetus di bibir Babe. Lengkap dengan seulas senyum di setiap pagi ketika saya datang kepagian di kantor namun gerbang kantor masih terkunci. Babe, Begitulah saya dan teman-teman kantor lainnya biasa memanggil lelaki tua penjaga warung itu. Warung Babe terletak tepat di depan bangunan kantor saya di daerah Meruya, Jakarta Barat.

Warung Babe adalah warung yang mungkin biasa kalian lihat dijalanan. Warung yang biasa menjual rokok, aneka minuman sampai amplop yang dibutuhkan jika kalian lupa membawanya ketika hendak pergi kondangan. Saya taksir, Babe warung ini umurnya berkisar 50 tahunan. Entah sejak kapan Babe berwarung di depan kantor itu. Pastinya lebih dari umur saya bekerja di kantor yang baru mau genap jalan dua tahun.
 
Babe menjalani kesehariannya di warung bersama seorang isteri yang begitu ia cintai. setidaknya itulah yang saya nilai selama ini. Babe begitu men-treat si ibu warung bak seorang Ratu. Yah, seorang ratu. meski tanpa mahkota dan jubah kerajaan. Alih-alih memakai mahkota atau jubah, babe dan ibu bahkan menghabiskan harinya di warungnya itu. Warung berukuran tak lebih besar dari WC umum. Disitulah istana keseharian Babe dan ibu.  Mereka makan, tidur, mencuci pakaian dan tentu saja berharap akan pendapatan untuk sekedar membeli nasi bungkus di istana Maha Mungil itu.
 
Pernah suatu ketika, ibu yang bertubuh gendut akhir-akhir ini seringkali jatuh sakit. Ibu menderita asam urat serius yang beberapa kali kambuh. Waktu itu saya dan teman-teman kantor saya sempat bilang sama babe, supaya ibu menjaga makanannya, jangan banyak makan mengandung kolesterol yang memang menjadi larangan bagi penderita asam urat.
 
Saat itu, babe hanya tersenyum sambil berkata, "Babe mah udah bilangin Vin, tapi ibunya kadang bandel, tetep maksa mau makan ini, mau makan itu. Namanya juga kesayangan, babe mah ikutin aja apa maunya." Babe berkata demikian sembari menyuapkan beberapa sendok nasi bungkus kepada isterinya.
 
JEGER!! Bagai ditimpa letupan mrecon tahun baru rasanya mendengar babe yang sudah paruh baya itu masih segitu manis kepada isterinya:)
 
Ibu yang bertubuh gendut tentu tak akan cukup tidur berdua babe di warung itu. Setiap malam, ibu tidur di dalam warung dan babe tidur di samping mesin genset milik kantor kami. Sekedar info, mesin genset kami terletak di parkiran mobil, which is tempat itu tak beratap tempat favorit para tikus dan teman-temannya lalu lalang. Babe tidur hanya beralaskan kardus. Sampai sekarang pun saya belum selesai membayangkan, bagaimana babe bisa menghabiskan setiap malamnya sedemikian sederhananya (jika tak ingin dibilang miris).
 
Adakah guratan penyesalan dengan takdir yang Babe jalani? saya rasa tidak. Setidaknya opini itulah yang bisa saya simpulkan. Saya tak pernah melihat babe mengeluh, tak pernah pun mendengar ibu curcol tentang keadaannya. Mereka, sebagaimana yang sempat saya ceritakan di atas, selalu 'istiqomah' dengan senyum hangatnya dalam menyambut pagi saya.
 
Semoga Allah melapangkan setiap kesulitan dan proses hidup yang harus babe dan ibu hadapi :)

1 comment: